Oleh : Vera Fadhillah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Keberhasilan orang tua dalam mendidik anak tentu menjadi harapan besar bagi setiap orang tua. Namun, untuk mewujudkan itu semua bukanlah hal yang mudah, keberhasilan pendidikan, membangun potensi anak, hingga anak menjadi mahkota bagi orang tuanya, maka tanggung jawab tersebut terletak pada pundak orang tua.
Terlebih saat anak mulai beranjak dewasa, sering kali orang tua tidak mampu untuk mengawasi anak. Perbedaan sudut pandang yang banyak sering kali membuat hubungan diantara keduanya terlihat kaku. Banyak factor yang membuat hubungan kaku itu terjadi, diantaranya, lingkungan dan kebiasaannya, keluarga dan kebiasaannya, juga factor dari dalam diri keduannya.
Perubahan yang terjadi pada anak, tiap tahapnya, menimbulkan efek tersendiri dalam jiwa orang tua, baik itu efek positif, (semisal termotivasinya orang tua untuk lebih mengayomi anak) ataupun efek yang negative, (semisal ketidak pedulian orang tua dalam memperhatikan perkembangan anak). Perubahan panjang yang terjadi pada anak sering kali tidak disadari oleh orang tua.
Banyak orang tua yang kewalahan menghadapi tingkah “aneh” anak, bukan karena tidak ingin memahami anak, melainkan banyak orng tua yang tidak faham betul bagaimana menjadi orang tua yang baik bgi anak. Pengetahuan yang minim itulah yang mengakibatkan orang tua tidak menyadari tanggung jawab dalam pendidikan anak.
Seperti firman-Nya dalam Al’quran, yang artinya:
“wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka.” (QS. Attahrim: 6). Perintah menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka, apabila ditinjau dari segi pendidikan ialah, agar orang tua mampu mendidik diri sendiri dan anak, agar terhindar dari api neraka. Perintah tersebut menjadi sangat penting melihat beratnya memiliki tanggung jawab sebagai orang tua.
Mengingat bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam perkembangan anak, maka tidak salah jika orang tua lebih mengutamakan anak disbanding degan dirinnya sendiri. Hubungan yang baik tidak dapat terjalin jika anak tidak memberi respon terhadap masukan dari orang tua. Maka dari situlah hubungan yang baik dapat terjalin. Keduanya harus mampu mengikat hubungan yang kausatif, yaitu hubungan yang didasari karena adanya timbale balik dan saling menguntungkan.
Pribadi seseorang dapat terbentuk sejak usia dini, yang tentunya akan mempengaruhi terhadap masa depan. Saat anak mulai berbenturan dengan lingkungan, maka berbagai konfik akan dihadapi, dan pada saat-saat itulah kecerdikan orang tua dalam menhadapi tingkah anak mulai terlihat.
Yang terjadi kini orang tua tidak menyadari bahwa dalam perkembangannya anak memerlukan berbagai hal positif dari orang tuanya. Agar anak mudah menggeluti hidup. Orang tua kebanyakan berfikiran bagaimana konsumsi material anak dapat terpenuhi, tanpa menyandingkan aspek pentng diluar itu, asemisal pendidikan, agama, komunikasi, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya, hubungan baik antara orang tua dan anak tidak ditekankan pada orang tua saja, melainkan stabilitas emosi anakpun dapat berpengaruh terhadap baik buruknya hubungan. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa, perbedaan diantara keduanya sangatlah nampak jelas adanya, baik usia ataupun gaya berfikir. Kadang orang tua yang tidak memahami dunia anak, ataupun sebaliknya.
Fenomena yang banyak terjadi, orang tua tidak cedas berkomunikasi dengan anak, sehingga banyak orang tua yang tidak dapat menerima keadaan anak, kurang ataupun lebihnya. Dengan berbagai alasan yang dikemukakan, orang tua seperti diatas dapat menimbulkan kesalah fahaman anak memandang orang tua. Sehingga dari hal itulah hubungan baik tidak terjalin, keduanya tidak saling memahami satu sama lain, maka timbulah berbagai pemandangan yang tidak sedap diantara keduanya.
Bersandar atas itu, maka penulis dengan karya tulis ini, mengungkap hal tersebut diatas dengan berbagai sudut pandang, yang sekiranya perlu untuk dicantumkan dam karya tulis ini.
1.2. Rumusan Masalah.
1. Apakah makna orang tua dan anak?
2. Bagaimana hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak dapat terjalin?
3. Bagaimana orang tua menjadi idola anak?
1.3. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui makna orang tua dan anak.
2. Untuk memahami terjalinnya hubungan harmonis antara orang tua dan anak.
3. Untuk mengidentifikasi orang tua menjadi idola anak.
1.4. Metode Pelitian dan Penulisan.
1.4.1. Metode Penelitian.
Dalam penelitian ini, Penulis mengunakan metode kepustakaan (Library Research), yaitu mengumpulkan dengan mengumpulkan sumber-sumber bacaan, diantaranya;
Sumber Primer
Yaitu buku berjudul “Membangun Kreatifitas Anak Secara Islami”, karangan Maimunah Hasan, dan
Sumber Skunder
Yaitu dengan cara mengumpulkan dan merangkum sumber-sumber bacaan, baik berupa artikel, buku-buku, jurnal, yang berhubungan dengan pembahasan ini.
1.2.4. Metode Penelitian
Dalam penelitian karya tulis ini, Penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan atau memaparkan apa yang telah Penulis baca, serta Penulis mencoba memberikan sebuah analisa atau pandangan ilmiyah terhadap masalah yang menjadi objek penelitian ini.
BAB II
ORANG TUA dan ANAK
Makna Orang Tua dan Anak.
Makna Orang Tua
Dalam bukunya Ngegeng Sama Papi Mami, Izzatul Jannah menyatakan: “Orang tua adalah orang-orang yang mengasuh, mendidik, dan memelihara sejak kecil. Dengan bentuk memiliki hubungan darah ataupun tidak memiliki hubungan darah.”
Dari devinisi tersebut dapat difahami bahwa orang tua merupakan orang-orang yang dengan penuh keikhlasan mengasuh anak, tanpa memandang status ataupun kedudukan anak tersebut. Orang tua rela menerima segala bentuk baik buruk anak, untuk dididik dan diasuh sebaik mungkin, sekuat tenaga.
Orang tua telah terlebih dahulu ad, disbanding dengan anak, sehingga memiliki pengalaman hidup yang lebih banyak disbanding anak. Dan itu sebabnya mengapa orang tua lebih banyak melarang anak dengan berbagai alas an, disbanding dengan setuju dengan anak. Pengalaman berharga yang telah dilalui membuat orang tua mengaplikasikan dalam cara mendidik anak. Orang tua memiliki pertimbangan yang proporsional dalam mendidikan anak, sehingga orang tua memiliki sifat yang sering kali divonis oleh anak, arogan, feodal, egois, dan berbagai sifat “menyeramkan” bagi anak.
Seperti halnya anak, orang tua pun mimiliki keinginan dan harapan untuk lebih memperbaiki hidup, termasuk di dalamnya menjadikan pengalaman buruk masa lalunya tidak akan terjadi pada anaknya. Allah swt. telah memberikan naluri terhadap diri orang tua, yang tentu saja tidak akan dimiliki seorang anak sebelum menginjak masa orang tua. Demi anak, orang tua rela melakukan apa saja, bahkan hal yang dilarang sekalipun. Karena naluri yang telah Allah swt. berikan itulah, banyak orang tua yang tidak mampu mengontrol emosinya demi kebahagiaan anak.
Orang tua adalah mereka yang tidak peduli berbagai halangan dan rintangan, asalkan anak mampu menjadi seperti yang orang tua ingini. Tidak ada orang tua yang tidak peduli terhadap anaknya. Orang tua merupakan penentu baik buruknya tingkah laku anak kelak. Allah swt. begitu memuliakan orang tua, Dia melarang keras kepada seluruh anak untuk tidak menyakiti hati dan raga orang tua. Kehadiran orang tua di muka bumi ini tentu menjadi penentu kemana jalan hidup anak, Surga ataukah Neraka. Hingga untaian doa yang terlantun dari bibir orang tua pun menjadi batu loncatan yang luar biasa untuk anak.
Allah swt. memberikan tanggung jawab kepada orang tua, untuk mendidik anak sesempurna mungkin. Orang tua yang memiliki kewajiban besar terhadap anak, karena yang menjadi kewajiban orang tua merupakan hak anak yang tentu saja harus dilakoni.
Kewajiban orang tua = Hak anak
Memilihkan Ibu Yang Shalehah
Dari Aisyah ra.:”Pilihlah untuk tempat air mani kamu, dan nikahilah orang-orang yang sepadan.”
Hadits tersebut menyatakan bahwa sebaik-baiknya orang tua adalah yang memilihkan ibu yang shalehah yang dipercaya untuk mendidik anak kelak. Dalam hal ini, bagi seorang ayah. Sama halnya dengan seorang ibu, jika ia hendak menikah, maka terlebih dahulu harus mempertimbangkan calon yang akan dinikahinya. Dan, Allah telah menciptakan pasangan menurut kualitas masing-masing. Dengan kata lain, jika seorang laki-laki ingin mendapatkan istri yang baik, maka sebelum itu iapun harus menjadi manusia yang baik, begitupun sebaliknya.
Jika dianalogkan, anak merupakan buah-buahan, maka agar dihasilkan dengan baik, tentu petani harus menanam benih yang baik, memilih lahan yang yang baik, yang subur untuk menanam. Begitupun dengan seorang anak, jauh sebelum mendapat anak, ketika seseorang belum menikah, harus memikirkan tentang calon ayah atau ibu untuk anak.
Memberikan Nama Yang Baik
Sering anak merasa bangga diri, karena memiliki nama yang popular dan bagus. Rasa percaya diri akan merasuki hatinya, jka orang lain tau dan memanggil namanya. Sebaliknya, anak yang memiliki nama (yang menurutnya) jelek, anak tersebut mungkin memiliki respon yang kurang terhadap namanya. Mungkin saja anak akan merasa minder, gak pede, dan lain sebagainya. Sedit banyak, nama pasti memiliki pengaruh terhadap anak.
“Apalah arti sebuah nama?” Ternyata, ungkapan itu tidak selamanya benar. Karena dalam islam, nama memiliki arti yang pasti, nama merupakan sebuah doa, doa adalah harapan. Rasulullah saw. pernah meminta kepada seorang ayah untuk mengganti nama anaknya Shab(sulit) menjadi Sahl(mudah). Peristiwa itu menandakan bahwa, betapa pentingnya sebuah nama pada diri seseorang. Dalam pemberian nama pada anak, hendaknya orang tua memberikan nama yang mengandung makna pujian, doa dan semangat.
Memberi nama kepada anak jangan hanya sekedar sebagai panggilan tidak bermakna indah, melainkan harus mencerminkan adanya pujian, doa dan semangat sebagai bentuk cita-cita dan harapan orang tua terhadap anak. Karena, nama memiliki fungsi ideal bagi tumbuh kembangnya anak.
Menyembelihkan aqiqah
Aqiqah adalah menyembelih kambing untuk menyatakan rasa syukur kepada Allah atas lahirnya seorang bayi.dalam hal ini, yang menjadi sembelihan adalah kambing, 2 bagi anak laki-laki dan seekor kambing bagi anak perempuan.
Dari Samurah, sesungguhnya Nabi saw. Telah bersabda tentang aqiqah: “Setiap bayi yang tergadai pada aqiqahnya, disembelih pada hari ke tujuh, dan pada hari itu pula dicukurlah ia dan diberi nama.”(HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dari Hasan).
Dalam keterangan, tidak dijelaskan syarat kambing yang harus disembelih seperti pada kambing untuk iedul adha. Tergantung dari kemampuan orang tua yang akan menyembelihkan, karena hal ini merupakan sesuatu yang dianjurkan, sebagai rasa syukur kepada Allah swt., atas karunia-Nya.
Memperlakukan Anak Dengan Lemah Lembut dan Kasih Sayang
Perilaku orang tua akan terpantul kepada kelakuan atau tingkah anak. Jika orang tua memperlakukan anak dengan syariat Allah, maka anak akan menjadi anaak yang bebakti kepada orang tuanya. Sebaliknya, jika orang tua memperlakukan anak tidak sesuai dengan nyang dianjurkan Allah, maka jangan harap anak akan mnenjadi anak yang berbakti. Rasulullah menjellaskan bahwa orang tua yang mendidik anak menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya, akan mendapat rahmat dari Allah.
Dalam berlaku lemah lembut dan berkasih saying terhadap anak, Allah memberikan petunjuk dalam QS. Ali Imran ayat 134, yaitu dengan cara tidak mudah marah dan gemar memaafkan kekeliruan anak. Selain itu, orang tua hendaknya memperlakukan anak dengan kasih sayang, karena dengan sikap ini akan tumbuh kecintaan anak terhadap orang tuanya.
Untuk mendidik anak agar berbuat baik kepada orang tua dengan akhlaq yang baik, yaitu dengan cara mengajarkan anak ajaran-ajaran Allah dan Rasulullah disertai dengan pengejawantahan sikap baik orang tua kepada anak. Jangan sampai pada saat orang tua mengajarkan sesuatu kepada anak justru anak tidak melihat orang tua melakukan hal yang sama yang telah diajarkan kepada anak. Rasulullah memberikan contoh kepadaa para orang tua bagaimana memperlakukan anak dengan kasih sayang, diantaranya:
Mencium kening anak
Memberi nasihat tentang ajaran agama
Berbicara dengnan anak sesuai dengan kemampuan nalar anak
Melayani anak sebagai penghibur hati anak
Memperlakukan Anak Dengan Adil
Nabi Muhammad saw. Berssabda:” Berbuat adillah dalam pemberian kepada anak-anak kalian, sebagaimana kalian senang bila mereka adil dalam berbakti yang sama kepada kalian.”(HR. Muslim).
Keharusan untuk berlaku adil kepada anak-anaknya tercantum dalam makna hadits tersebut. Setiap orang tua menginginkan anaknyaanaknya untuk berbakti. Setiap orang tua tidak senanh jika anaknya tidak menghormati dan menghargai. Untuk itu, dikarenakan tingkah orang tua atau sikap orang tua sanat mempengaruhi terhadap anak, orang tua hendaknya mampu menempatkan segala sesuatu dengan adilterhadap anak, baik dalam masalah materi maupun dalam masalah lainnya demi mencegah terjadinya ketidakpuasan anak terhadap orang tua.
Konotasi bahwa orang tua cenderung mengutamakan kepentingan anak perempuan dibanding dengan anak laki-laki merupakan hal yang keliru. Orang tua tidak boleh mengikuti dorongan naluri semacam itu sehingga orang tua mengesampingkan kebutuhan anak laki-laki. Walau kebanyakan persfektif orang tentang keperkluan anak perempuan lebih rumit disbanding dengan anak laki-laki, adalah alasan yang kuno. Sebab prinsip keadilan kepada anak harus diterapkan sebagai pegangan orang tua dalam mendidik anak. Orang tua hendaknya mengetahui keperluan mana yang lebih penting, agar dapat berbuat adil terhadap anak. Berbuat adil terhhadap anak nerarti memperlakukan anak sesuai dengan tingkat kepentingan dasarnya.
1.1.2 Makna Anak
Anak adalah amanat yang telah Allah titipkan kepada orang tuanya. Karena itu, anak dilahirkan dalam keadaan suci. Bagaimana jadinya kelak dikemudian hari tergantung kedua orang tuanya mendidik, membina, merawat sekaligus mengarahkannya.
Anak merupakan sebongkah daging yang terlahir karena adanya penyatuan sperma dan ovum, sehingga dalam perubahannya anak dapat berkembang secara bertahap, dengan selluruh yang diberikan oleh orang tuanya. Dunia anak begitu menjadi focus orang tua, karena tidak dipungkiri bahwa anak adalah harta harta yang paling berharga bagi orang tuanya yang telah diberikan oleh Allah. Masa depan orang tua ada pada diri anak, harapan yang besar tertancap pada orang tua dalam hidup anak.
Perkembanan anak begitu luar biasa sehingga menjadikan anak berada terus dalam perhatian orang tua. Sebongkah janin, kemudian 9 bulan menjadi bayi tangisannya menguasai telinga, kemudian anak-anak, yang tingkahnya sulit difahami, dan setelah itu menjadi remaja yang telah memiliki berbagai pemahaman hidup yang luas, hingga menjadi orang dewasa yang harus siap dengan segala resiko hidup, hingga akhirnya tumbuhlanh anak menjadi seorang orang tua. Begitulah pertumbuhan dan perkembangan anak. Maka tak aneh jika banyak orang tua yang uring-uringan menghadapi anak.
Allah menciptakan anak dengan segala keunikannya, anak dapat dirombak sesuai dengan yang diinginkan orang tua, hitam, putih, pelangi, lurus, bengkok, terserah orang tua.
“Setiap anak dilahirkan atas fitrah sampai lisannyapun menyatakan demikian, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.”(HR. Abu Ya”la, Thabrani, dan Baihaqi).
Anak memiliki tanggung jawab seperti halnya orang tua, anak berkewajiban memberikan hak orang tuanya, sama halnya dengan yang Allah perintahkan kepada orang tua untuk memenuhi kewajiban.
Kewajiban Anak = Hak Orang Tua
Birrul Walidaini
Allah swt. sangat mewanti-wantikan terhadap hak orang tua yang dalam hal ini merupakan kewajiban anak. Sehingga perintah untuk memuliakan orang tua ditempatkan dalam urutan setelah perintah untuk beribadah kepada Allah.
Dan dalam ayat lain nya Allah swt. telah berfirman:
Birrul Walidaini artinya berbuat baik kepada orang tua, menunaikan hak orang tua. Berbakti kepada orang tua merupakan suatu ketetapan yang harus dilakukan selama tidak menjauhi syariat islam. Itu berarti, jika anak tidak sependapat dengan orang tua, dalam kata lain anak melakukan penolakan, maka tetap penolakan itu harus dengan cara yang baik dan sopan.
Berbakti kepada orang tua sebaik mungkin merupakan amal yang paling baik untuk dijadikan sebagai sarana memasuki surga dan jalan untuk meraih derajat yang paling luhur di dalamnya.
Taat Pada Orang Tua (Dalam Ketaatan KepadaAllah)
Dalam surat Luqman: 15 disebutkan:
“Dan sekiranya keduanya memaksamu untuk berbuat musyrik kepadaKu, sedangkan kamu tidak mengetahuinya, maka janganlah kamu menguikuti keduanya. Namun tetaplah berbuat baik kepada mereka di Dunia.”
Seburuk apapun orang tua tetaplah mereka harus ditaati, selama mereka tidak melenceng dari aturan Allah swt., dan sekalipun hal buruk tersebut terjadi, maka kewajiban anak adalah membawa ke jalan yang lurus. Orang tua telah membesarkan anak dengan penuh kasih sayang, maka sebagai anak hendaknya memberikan yang terbaik bagi orang tua.
Menyambung Silaturahmi Dengan Sahabat-sahabat Orang Tua
Sahabat-sahabat orang tua pada dasarnya adalah orang tua anak juga. Persahabatan orang tua dengan teman-temannya akan sangat baik, jika anak turut serta menjaganya, meski orang tua telah meninggal dunia. Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Sesungguhnya diantara kebaikan yang terbaik adalah apabila seseorang menyambungkan silaturahmi kepada keluarga yang dicintai Ayahnya setelah Ayahnya meninggal dunia.”
4. Mendoakan
Mendoakan orang tua merupakan satu amalan yang mulia di sisi Allah swt.
Mendoakan orang tua dapat dilakukan anak setiap saat, dalam keadaan apaapun. Orang tua yang telah meninggal mengharapkan anaknya untuk mendoakannya di dalam kubur. Mendoakan orang tua yang telah meninggal tidak dibatasi oleh ziarah kubur saja, karena inti ziarah kubur adalah untuk mengingatkan kepada kematian.
Sebuah doa yang yang dilontarkan untuk orang tua dari anak yang shaleh akan menjadi sebuah perisai dari neraka bagi orang tua. Lain halnya dengan doa yang dipinta oleh anak yang berlainan keyakinan dengan orang tuannya. Orang tua yang non muslim yang masih hidup, maka anak hanya dapat mendoakan orang tua tersebut agar diberikan hidahah sebelum menjelanh ajalnya. Karena dalam Qs. Attaubah: 113 dijelaskan bahwa kerabat yang non muslim tidak ada ampunan bagi mereka dari Allah swt. Rasulullah saw. pun tidak dapat melakukan sesuatu untuk membuat pamannya Abu Thalib masuk surga, namun Beliau tidak pernah berhenti berdoa kepada Allah agar Pamannya diberi hidayah sebelum meninggal.
Menunaikan Janji Orang Tua
Wahai Rasulullah saw., apakah aku masih bisa berbuat baik kepada orang tuaku setelah keduanya meninggal? Beliau menjawab: “Ya, 4 hal, mendoakan keduanya, memenuhi janji keduanya, menghormati sahabat keduanya, bersilaturahmi terhadap orang yan gtidak menyambung silaturahmi kepadamu selain dari keduanya. Itulah diantara yang masih bisa kamu lakukan terhadap kedua orang tuamu, setelah mereka meninggal dunia.(HR. Abu Daud)
Apabila orang tua yang memiliki janji atau keingina yang belum terwujud, karena ajal telah terlebih dahulu menjemput, maka kewajiban anak untuk memenuhi janji itu, jika janji itu merupakan hal baik. Namun jika janji atau keinginan itu bukanlah hal yang baik, maka anak tidak perlu susah payah untuk memenuhi janji tersebut. Kembali kepada larangan Allah untuk tidak mengikuti perintah orang tua yang melanggar aturan Allah.
2.2 Masa Perkembangan Anak
Dalam pandangan ilmu kejiwaan, perkembangan anak merupakan hal yang memiliki tahapan tertentu, melihat dari pengertian perkembangan itu sendiri, yaitu perubahan secara bertahap dan dalam waktu yang relative, serta perkembangan merupakan kesatuan dari pertunbuhan. Dalam ilmu kejiwaan(psikologi) perkembangan anak terbagi kepada beberapa tahapan:
perkembangan masa bayi (sejak lahir – 2 tahun)
Dalam tahap ini, perkembangan bayi sangat didominasi oleh perasaan, senang ataupun tidak senang. Perasaan di sini muncul bukan dari dirinya sendiri, melainkan berkembang sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsangan dari lingkungan sekitar. Untuk hal itu, seyogyanya orang tua dapat menjaga hal-hal yang membuat bayi tidak nyaman akan lingkungan. Hal kecil, semisal suara-suara atau ucapan-ucapan yang tidak baik, hendaknya tidak dibicarakan di depan bayi. Fenomena itu sering terjadi secara tidak disadari, tanpa diketahui bayi mampu merekam apa yang dilihat dan didengarnya.
Masa bayi ini disebut juga periode vital, karena kondisi fisik dan psikis bayi merupakan pondasi yang kokoh bagi perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya. Dalam masa bayi ini pula, perkembangan fisiknyapun belum sempurna, terbukti pada saat lahir bayi melahir memiliki kepala yang sangat besar dibanding bagian tubuh lainnya, dalam rentang waktu 12 bulan, bayi dapat duduk, berdiri, memanjat, hgingga berlari.
Perkembangan masa kanak-kanak (2- 12 tahun)
Dalam masa kanak-kanak ini, dimulai dengan makin berkembangnya fungsi-fungsi indera anak untuk mengadakan pengamatan. Perkembangan fungsi ini memperkuat perkembangan fungsi pengamatan pada anak. Bahkan, dalam masa ini, apa yang menjadi pengamatan anak sangat mendominasi dalam perkembanngan kejiwaannya.
Sedang dalam perkembangan fisiknya, masa kanak-kanak berlangsung lambat disbanding pada masa bayi. Dalam hal ini, Desmita berpendapat bahwa walaupun perkembangan fisik berlangsung lambat, namun keterampilan-keterampilan motorik kasar dan halus justru berkembang sangat pesat. Seperti, anak dapat berjalan secara sempurna hingga mampu menirukan cara berjalan yang lain.
Perkembangan pada masa preadolesen (12 – 15 tahun)
Pada masa ini, perkembangan fungsi penalaran intelektual pada anak sangat dominant. Dengan adanya pertumbuhan system saraf serta fungsi fikirannya, anak mulai kritis dalam menanggapi sesuatu ide-ide atau pengetahuan dari orang lain. Dengan pikirannya yang berkembang, maka pada masa ini anak memiliki keinginan yang mulai beragam.
Perkembangan fisik dalam masa ini merupakan gejala primer, yang berdampak terhadapperkembangan psikologis. Dalam konteks ini, kematangan organ-organ seks tumbuh dengan cepat, yang sering disebut growth spurt.
Perkembangan pada masa adolesen (15 – 20 tahun)
Perkembangan pada masa adolesen ini, kualitas kehidupan manusia diwarnai oleh dorongan seks yang kuat. Disamping itu, pada masa ini mulai mengembangkan pengertian hidup, serta mulai memikirkan berbagai pola tingkah laku, mural ataupun amoral. Dalam usia ini anak mulai memikirkan kepentingan pribadi dan social. Sejalan dengan berkembangnya keinginan dan emosi yang dominant dalam pribadi orang dalam masa ini, maka dalam masa ini sering terjadi kegoncangan dan ketegangan dalam jiwanya.
Secara fisik, pada dasarnya masa adolesen ini mengalami kemampuan fisik memuncak sekaligus mengalami penurunan selama masa ini
Berbeda dengan perkembangan anak dalam tingkat psikologi, dalam tingkat idiologipun anak berkembang sesuai dengan lingkungan beserta masyarakat pembentuknya. Secara umum, dalam perkembangannya, anak tidak terlepas dari ajaran orang tuanya. Ketika orang tua mengajarkan anak mengenal Tuhan, maka secara tidak langsung aspek intelektual serta emosioal anakpun ikut berkembang. Ketika anak menginjak usia dibawah lima tahun, dengan pengenalan tuhan oleh orang tuanya, membuat anak berimajinasi bahwa Tuhan itu seprti yang orang tuanya kenalkan. Anak akan berusaha mencari dan terus mencari wujud Tuhan karena rasa penasaran yang dimiliki oleh anak. Dalam pencarian Tuhan sebagai Sang Khaliq, lingkungan serta komponen dari lingkungan tersebut akan mempengaruhi akal dan hati anak.
Imajinasi anak tentang Tuhan sebagai Penolong, mungkin seperti pahlawan-pahlawan dalam film, atau Tuhan sebagai Pencipta, anak mungkin mengimajinasikan seperti orang tuanya yang telah melahirkannya ke dunia. Banyak hal yang akan menjadi imajinasi anak tentang Tuhannya.
Ketika usia ini, orang tua hendaknya mampu mengarahkan dan membimbing anak dalam mengolah berbagai pemikirannya tentang Tuhan. Karena pada saat anak anak terbentur dengan pencarian Tuhan, anak akan mengalami sifat apatis terhadap hidup, anak berfikiran bahwa Tuhan itu hanyalah karangan orang tua saja.
Beranjak lebih dari usia lima tahun hingga sepuluh tahun, anak mulai tau bahwa Tuhan itu ada dan bukan cerita bohong. Anak mengalami peningkatan dalam pemmikirannya tentang Tuhan, karena masa ini anak sudah mulai menginjak mas sekolah. Kepercayaannya terhadap sosik Tuhan dikuatkan oleh Guru dan teman-temannya. Beranjak remaja, seperti halnya pada masa perkembangan secara psikologis, anak mulai kembali ragu akan keberadaan Tuhan sehingga hal itu mempengaruhi perkembangan intelektual serta perkembangan emosionalnya. Keadaan jiwa yang labil membuat anak pada masa ini sulit untuk semakibn percaya akan adanya kekuasaaan Tuhan. Berbagai benturan yang telah dialami pada masa ini menguatkan fikiran anak untuk lebih banyak menyalahkan Tuhan. Namun dalam masa ini jika seorang anak telah yakin akan Tuhan, dia akan mudah untuk menjadi orang yang tidak takut terhadap resioko hidup. Dan pada masa ini, kondisi yang tengah dialaminya akan menjadikan dia semakin dewasa dalam menghadapi suatu persoalan hidup.
2.4 Dampak Hubungan Orang Tua Terhadap Anak
Bila seorang anak dilahirkan ke dunia dan menemukan kedua orang tuanya dalam suasana yang nyaman dan rukun, maka anak tersebut akan tumbuh dan berkembang dalam suasana ketenteramandan ketenangan. Apabila seorang anak merasakan bahwa sentuhan keislaman dalm hubungan kekeluargaan, maka perkembangan kepribadian akan terbentuk dengan rapi dan sejalan dengan tuntutan Rasulullah saw. Demikian pula, jika seorang anak di dalam rumahnya menemukan suasana yang penuh dengan kasih sayang, dimana seorang Ibu mampu menjalankan kewajibannya dengan sesempurna mungkin, seorang Ayah mampu menjalankan kewajibannya dengan baik dan penuh tanggung jawab, maka hal itu akan memberi pengaruh positif terhadap ketentraman jiwa anak serta moral dan perilakunya.
Sebaliknya, bila seorang anak berhadapan dengan ketidak harmonisan sebuah keluarga, maka akan timbul pula dampak negative. Ketika seorang anak harus mendapat kasih dan kedamaian dari orang tuanya, maka saat anak tidak mendapatkan hal tersebut, tidak dapat dipungkiri anak akan memiliki ketidak stabilan emosi, berfikiran yang rancu, bahkan anak akan berperilaku amoral.
Dalam hal ini, kerjasama antara suami dan istri sangat mempengaruhi, dan harus diutamakan, bagaimana keduanya mampu menciptakan suaasana kebersamaan yang sejujurnya. Komunikasi suami dan istr harus benar-benar ditata rapi agar menciptakan interaksi yang baik sebagai orang tua.
Disamping itu, suasana ilmiyah dan budaya yang diciptakan orang tuanya akan memberi pengaruh positif bagi perkembangan kepribadian anak secara sehat. Kualitas dan cara berfikir orang tua dalam menghadapi berbagai persoalan, kektivan orang tua mengikuti berbagai aktivitas pendidikan, akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kesadaran ilmiyah anak. Selain itu pula, pada saat Ibu mengandung anaknya, konsumsi ilmiyah yang telah diberikan nantinya diharapkan dapat memudahkan anak untuk beradaptasi dengan berbagai persoalan hidup yang mengitarinya.
Tidak dipungkiri, keharmonisan hubungan orang tua akan menjadi tolak ukur bagi masa depan anak. Saat anak beranjak dewasa, dia akan membandingkan figure orang tuanya dengan teman sebayanya, dan barang tentu akan memberi dampak bagi perkembangan anak di dalam lingkungannya.
Orang tua hendaknya berfikir cerdas bagaimana pembagian tugas antara suami dan istri di rumah, dalam memenuhi hak-hak anak. Hendaknya orang tua mampu memahhami keberadaannya dalam perkembangan anak, karena tidak dipungkiri bahwa anak adalah amanat yang Allah titipkan untuk dijaga sebaik mungkin.
Anak yang mengalami kekurangan kasih saying dari orang tuanya, karena orang tua yang terlalu sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk lebih dekat dengan anak, cenderung anak akan merasa jenuh dan melakukan apapun yang diinginkan, karena anak tersebut berkeyakinan bahwa orang tuanya tidak akan mempedulikannya. Seiring dengan itu, anak korban perceraian atau ketidak harmonisan orang tua (broken home), akan mengalami kegoncangan emosi sehingga anak lebih banyak berfikir egois dan keras hati untuk dengan sigap tidak menerima segala keramahan lingkungan di sekitarnya.
2.5 Hubungan Harmonis Antara Anak dan Orang Tua
Orang tua yang telah banyak memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mendidik anak dengan baik, hendaknya bersyukur. Karena pada dasarnya berbagai pengetahuan orang tua tentang mendidik anak merupakan hal yang paling utama. Namun, pengetahuan itu tidak dapat membuat orang tua sukses dalam mendidik anak jika orang tua tidak dapat mengekspresikannya dalam mendidik anak.
Anak sulit menerima didikan orang tua jika dia sendiri yang menjalaninya. Oleh sebab itu, orang tua harus ikut serta dalam membentuk kepribadian anak. Banyak ditemukan bahwa pada saat mulai berani memunculkan potensinya, orang tua meninggalkan anak begitu saja. Orang tua hendaknya mengikuti langkah anak tapi jangan terlalu dekat. Dalam artian, orang tua harus tetap berada pada saat-saat anak menjalani fase pertumbuhan dan perkembangannya.
Untuk menjalin hubungan yang harmonis sebenarnya tidak cukup sulit, karena pada intinya keinginan orang tua ataupun anak untuk saling memahami muncul atau tidak. Jika keinginan itu telah muncul, maka mudah bagi orang tua untuk ikut terjun ke dunia anak. Orang tua dapat melakukan kegiatan bersama anak, mengajak anak bicara tentang banyak hal, meluangkan waktu dari pekerjaan untuk mendampingi anak melakukan kegiatan sekolahnya, atau liburan akhir pekan bersama. Hal semacam itu dapat dilakukan kapan saja, dan dengan hal itu, anak akan meras nyaman berada bersama orang tua, dan perkembangan intelektual, emosional serta spiritualnya berkembang secara merata.
Yang sering terjadi, bahwa anak meras tidak nyaman untuk membiasakan berbagi hal kecil dengan orang tuanya, itu disebabkan kurangnya pendekatan orang tua terhadap anak. Orang tua kebanyakan memikirkan bagaimana anak pintar di sekolah, disukai banyak orang, mengejakan tugas-tugas sekolah di rumah dengan baik, jarang orang tua berfikir bagaimana agar anak bisa menjadi orang yang memiliki potensi pribadi dan mengembangkan potensi itu dengan baik.
Kesalahan yang dilakukan anak sering kali menjadi alas an orang tua untuk memarahi anak, padahal cara seperti itu tidak tepat. Sekalipun anak melakukan kesalahan dan anak telah menginjak masa remaja, orang tua hendaknya mencari penyebab kesalahan itu, kemudian ajak anak bicara setelah emosinya reda. Hal semacam itu dapat menjadi awal untuk terus menuntun anak menjelajahi dunianya. Seringnya orang tua mengajak anak berkomunikasai akan membuat kepribadian anak nyaman dan berani menjaga kepercayaan orang tua.
Pad dasarnya, motivasi anak untuk melakukan suatu hal adalah orang tuanya. Karena orang tua merupakan panutan anak untuk berperilaku. Dalam hal ini, anak tidak perlu diberi banyak larangan, melainkan anak harus diberi banyak dukungan. Sekalipun orang tua melarang anak, maka orang tua harus memberi alas an atas pelarangan itu.
Anak membutuhkan kenyamanan dan kedamaian dalam kehidupannya, untuk itu orang tua harus selalu mnyeimbangkan emosinya dalam mendidik anak.
BAB III
MENUJU ORANG TUA IDAMAN
Orang Tua yang Baik Dalam Mendidik Anak
Baik bukan berarti memberikan segala sesuatu yang diinginkan anak, membolehkan apa saja yang anak akan lakukan. Hal semacam itu bukanlah yang biasa disebut baik. Karena, orang tua yang baik adalah orang tua yang memahami perkembangan serta gejalanya, sehingga tidak mudah untuk melakoni segala sesuatu yang diinginkan anak.
Tidak baik jika seorang anak selalu mengandalkan orang tuanya dalam segala hal. Kebiasaan orang tua dalam mendidik anak akan terus terbawa sampai anak menjadi dewasa dan menjadi orang tua.
Orang tua hendaknya tau waktu dan batasan untuk memberikan berbagai konsumsi terhadap anak. Anak usia dibawah lima tahun belum waktunya untuk diberikan makanan anak remaja, anak remaja tidak pantas menangis karena ingin balon. Didikan orang tua terhadap anaknya harus sesuai dengan usia dan masa anak. Orang tua yang baik tentu mengetahui batas-batas anak hingga mudah untuk mengatur serta mengarahkan anak. Jika anak dibiasakan hidup hemat oleh orang tuanya sejak masih usia 3 tahun, maka otomatis ketuka anak menginjak usia remaja, anak tidak akan sulit untuk mengatur segala sesuatu yang harus dihematnya.
Sekarang banyak, difilm-film bahkan di kehidupan sehari-hari, orang tua yang tidak tega melihat anaknya menangis ingin sesuatu, padahal usia anak itu belum cukup umur untuk memilikinya. Banyak orang tua yang kalah oleh sifat anaknya, itu karena orang tua tidak bisa mendidik anak dengan baik. Baik tidaknya orang tua dalam mendidik anak tidak dilihat dari mampu atau tidaknya orang tua memberikan fasilitas yang anak inginkan. Melainkan, bagaimana orang tua memberikan fasilitas sesuai dengan tingkat sia anak.
Jangan Hambat Dunia Anak
Pertumbuhan dan perkembangan pada manusia meripakan sifat ilmiyah, yaitu suatu proses yang harus terjadi terhadap diri manusia, yang telah ditentukan oleh Allah swt. Dalam Qs. Al mukmin: 12-14 dinyatakan:
Sesungguhnya Aku telah menjadikan manusia dari tanah, kemudian Aku jadikannya dari setitik nutfah yang tersimpan dalam tempat yang aman, yang teguh. Kemudian air mani(nutfah) itu Aku jadikan ‘alaqah(segumpal darah) kemudian Aku jadikan segumpal daging(mudghah) itu menjadi tulang belulang. Kemudian tulang belulang itu aku selaputi dengan daging. Setelah itu Aku jadikannyasuatu bentuk yang lain, maka berkah Allah Maha Pencipta yang paling utama.
Ayat tersebut menjelaskan bagaimana manusia berproses dalam pertumbuhan biologisnya sejak masa prenatal, sehingga menjadi bentuk manusia yang sempurna. Ayat quran tersebut dapat dijadikan landasn dalm bimbingan jiwa, manusia diperlukan proses kependidikan secar bertahap dari sejak mempengaruhi jiwanya secara psikologis sampai dengan megamalkan perlaku yang diajarkan. Bahkan hukum alampun menghendaki segala sesuatu di dalam alam berproses menurut hokum tertentu, yang akhirnya akan mencapai ke tingkat yang sempurna.
Dengan landasan ajaran Alquran serta fenomena yang ada saat ini, hendaknya para orang tua memahami perjalanan perkembangan anak. Kesabaran, itulah kuncinya, karena Allah mencintai orang-orang yang sabar, namun sabar di sini bukan berarti sabar tanpa arah dan tujuan.
Banyak orang tua yang sering merasa tertekan dan ingin berpacu dalam mengembangkan potensi anak. Dari mulai belajar bicara, makan, belajar membaca, semua orang tua ingin mengajarkan berbagai hal pada anak. Agar anak tumbuh menjadi anak yang kreatif, dinamis. Hanya saja, orang tua kebanyakan memiliki kekhawatiran yang luar biasa, dan hal tersebut sering menjadi perusak perkembangan anak bahkan orang tua sendiri. Pelu difahami oleh para orang tua bahwa anak memiliki sifat yang berbeda dan kretifitas anak akan tumbuh sesui dengan waktunya yang berbeda.
Perkembangaan anak bukan merupakan lomba
Berbagai informasi dan cara pendidikan anak yang dipelajari orang tua secara berlebihan, dan kadang orang tua merasa cemas, bagaikan sedang mengaakan perlombaan yang akan berakhir pada garis finish. Hal ini disebabkan adanya keinginan orang tua untuk mempelajari berbagai cara pendidikan dan menerapkannya kepada anak sebanyak mungkin. Anak seringkali dituntut oleh orang tua untuk segera memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oleh anak lain.
Banyak pembicaraan-pembicaraa orang tua yang mengarah kepada perbandingan perkembangan anak. Dan pembicaraan itu hanya tertuju pada satu hal, yaitu persoalan kemampuan anak. Orang tua sering kali lupa bahwa perkembangan anak tidak hanya dilihat dari kemampuan membaca atau bebicara saja. Ada banyak hal yang orang tua lupakan dalam perkembangan anak, seperti kemampuan anak untuk bersosialisasi, kemampuan anak untuk menyiapkan keperluan pribadi, kemampuan anak untuk menyelesaikan masalah secar proporsional, dan berbagai kemampuan lainnya.
Dilain pihak, kekhawatiran orang tua terhadap perkembangan anak secara berlebihan, justru akan mematahkan semangat serta keinginan anak untuk terus belajar. Selain itu, hal tersebut dapat menghambat perkembangan kemampuan lain yang dimiliki anak. Misalnya, anak tumbuh dengan kepribadian yang mudah cemas dan kaku, karena tuntutan untuk belajar yang berlebihan.
Anak lahir dengan kemampuan yang mendasar
Setiap anak lahir dengan fitrahnya, yakni kemampuan dasar berkembang manusia yang dianugerahkan Allah swt. Didalamnya terkandung brbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia. Diantar jenis kemampuan dasar(fitrah) itu adalah:
fitrah beragama
Fitrah intelek
Fitrah social
Fitrah harga diri
Fitrah kemajuan
Fitrah keadilan, dll.
Dengan demikian, anak yang baru lahir memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Fitrah manusia sebagai anugerah Allah yang tidak ternilai harganya itu harus dikembangkan agar menjadi manusia yang sempurna (insan alkamil). Dan pengembangan ini merupakan tugas orang tua, yang harus dilakukan dengan sadar, proporsional dan sistematis. Pengembangan fitrah anak harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin, apabila fitrah itu tidak dilaksanakan secara baik, maka akan ditemukan keganjilan pada diri anak.
Seorang anak lahir, tumbuh dan berkembang menurut waktunya. Adalah tugas orang tua untuk mengembangkan kemampuan anak ketika masa perkembangan itu tiba. Tidak dapat orang tua menghendaki perkembangan baru yang belum waktunya.
Tidak sepenuhnya orang tua bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan anak dalam hidupnya. Anak memiliki keinginan dan kemampuan sendiri, apalagi pada saat anak mulai menginjak masa remaja, emosi yang labil. Tugas orang tua hanya mengarahkan dan mengembangkan potensi anak.
Bakat dan kreativitas anak tumbuh ibarat tanaman
Tanaman, jika tidak disiram, tidak dipupuk, maka akan layu dan kemudian mati. Begitupun bakat dan kreativitas anak. Karena itu, orang tua sangat berperan penting dalammembangun bakat dan kreativitas anak.
Pada dasarnya, anak sebagai generasi yang unggul tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Anak sungguh membutuhkan lingkungan yang baik yang sengaja diciptakan untuk itu, sehingga memungkinkan potensi anak dapat tumbuh dengan optimal. Suasana penuh kasih sayang, menerima anak apa adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsangan yang kaya untuk aspek perkembangan anak, merupakan jawaban yang logis untuk tumbuhnya generasi unggul di masa depan.
Anak yang memiliki bakat dan kretivitas yang positif, cenderung pada saat beranjak dewasa akan sulit untuk menyesuaikan diri, sulit ditangani oleh orang tua. Tetapi hal itu menunjukan bahwa bakat yang dimiliki anak adalah sebuah modal agar anak mampu terus bertahan dalam seleksi alam. Dan orang tua tidak boleh berlepas tangan akan hal itu. Orang tua hendaknya mengulurkan tangan untuk sekedar memupuk dan merawat serta mengembangkan bakat dan kreativitas anak.
Menumbuhkan Percaya Diri Pada Anak
Rasulullah saw. menggunakan banyak cara untuk menumbuhkan percaya diri pada anak, antara lain:
Memperkuat kemauan anak
Ini dilakukan oleh Rasulullah biasanya dengan dua cara: pertama, dengan membiasakan menjaga rahasia. Ketika anak belajar menjaga rahasia dan tidak membocorkannya, maka kemauannya tumbuh dan menguat. Dan karenanya rasa percaya diri akan tumbuh. Kedua, membiasakan puasa. Ketika anak mampu bertahan dalam keadaan lapar dan haus karena puasa, ia akan merasakan kemenangan mengalahkan hawa nafsu. Maka kemampuannya menjadi kuat dalam menghadapi kehidupan. Dan itu akan menjadikan percaya diri.
Menumbuhkan Kepercayaan Sosial
Ketika anak bergaul dengan orang lain disekitarnya, maka akan tumbuh rasa kepercayaan sosialnya. Rasulullah saw. sering mengajak sahabat-sahabat beliau untuk menghadiri sebuh majelis. Karena hal itu menandakan bahwa sedikit banyak kepercayaan social seseorang dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungan social.
Kehadiran anak dalam acara-acara di masyarakat ataupun di keluarga merupakan hal yang baik, karena secara tidak disadari bahwa jiwa dan hati anak merasa senang.
Menumbuhkan Kepercayaan Ilmiyah
Ini dicapai dengan cara mengajari anak untuk membaca buku, mengajak anak untuk berdiskusi, ataupun belajar bersama. Kelak anak akan tumbuh dengan membawa ilmu yang luas.
Menumbuhkan Kepercayaan Ekonomi dan Bisnis
Hal itu dapat diwujudkan dengan membiasakan anak berjual beli, bejalan di Pasar dengan disertai orang tua untuk memenuhi keperluan. Karena dengan menanamkan kepercayaan bisnis, anak yang tadinya malas untuk berusaha, nantinya akan mengerti sehingga menginginkan untuk segera memiliki jiwa ekonomi. Kepercayaan dalam hal ini dibutuhkan karena saat anak menjadi orang tua akan menjadi tumpuan hidup.
Dan orang tua perlu ingat bahwayang menyebabakan anak kurang percaya diri, adalah:
Cara mendidik dengan mengandalkan bentakan dan pukualan.
Dominasi orang tua yang tidak memberikan keluasaan bagi anak untuk berfikir dan bertindak.
Tidak mendorong anak untuk mandiri.
Tidak mewujudkan suasana psikologi yang membuat anak meras nyaman, penuh percaya diri, berani, dan tidak dicekam ketakutan.
Orang Tua Idaman Itu…?
Ibarat Buku Harian
Tempat dimana seseorang mencurahkan segala isi hatinya adalah dalam buku harian. Buku harian menerima apa yang menjadi ungkapan perasaan pemiliknya. Tanpa memandang bagaimana orang yang menulisinya. Buku harian yang tidak pernah bosan menerima berbagai ungkapan perasaan.
Seperti itulah ilustrasi tentang orang tua yang diibaratkan buku harian. Anak membutuhkan tempat dimana dia mampu mencurahkan segala perasaannya. Maka disinilah peran orang tua, kesiapan menjadi buku harian anaknya. Orang tua harus mampu mengambil hati anak sedini mungkin untuk membiasakan anak mengungkap perasaannya, bukan hanya pada sat anak sedih, namun apapun kondisi anak orang tua hendaknya turut serta dalam hal itu.
Anak membutuhkan orang tua yang selalu siap mendengarkan keluhan serta kebahagiaan yang didapatnya. Orang tua yang mampu menjaga rahasia tanpa anak memintanya, seperti halnya buku harian.
Ibarat Rem Kendaraan
Rem harus mampu mengendalikan laju kendaraan, selalu waspada dan pandai dengan keadaandisekitar. Rem harus mengetahui kapan saat harus menghindari kecelakaan hingga selamat sampai tujuan, dan rem mengetahui kapan digunakan dan kapan tidak diperlukan
Begitulah orang tua, mampu bertindak sebagai rem kendaraan yang bauk untuk anak. Orang tua hendaknya mengetahui kapan saat yang tepat untuk melarang dan kapan saat untuk membebaskan anak. Orang tua bertindak sebagai rem yang berfungsi mencegah terjadi peristiwa fatal. Rem bukan berarti mampu menguasai segala yang ada pada kendaraan, namun rem faham saat harus terjun dan sat harus diam.
Ibarat Cahaya Bulan
Cahaya bulan itu terang, terutama pada bulan purnama, sungguh indah dan terang. Namun cahaya itu tidak menyengat seperti matahari, yang terkadang seolah membakar kulit. Cahaya bulan memiliki sifat tersendiri, menyinari penuh malam kelam, cahanya menyejukkan, bersinar terang, menerangi seluruh aspek alam dalam gelapnya malam.
Seperti itulah gambaran orang tua idaman, memberikan kasih sayangnya secara utuh dengan segenap hati dan fikiran, tanpa harus memanjakan anak. Orang tua seperti inilah, yang mampu memberikan kasih sayangnya secara proporsional. Seperti halnya cahaya bulan, orang-orang tidak menggantungkan diri terhadap cahayanya, namun setiap orang selalu menantikannya. Begitupun orang tua, saat benar-benar melimpahkan kasih saying kepada anak, namun tidak menjadikan anak manja.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang tercantum dalam karya tulis ini, bahwa keterbukaan dan interaksi yang tertata rapi, berkaitan erat dengan terwujudnya hubungan yang baik antara orang tua dan anak.
Saran – saran
Setelah karya tulis ini sampai kepada Pembaca, maka Penulis berharap para orang tua lebih mengontrol perubahan – perubahan anak, juga para anak tidak perlu merasa canggung untuk mengutarakan berbagi hal kepada orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Agama, RI, Departemen, Tafsir Al-quran ( 30 Juz) ,1967
Asyur Isa Ahmad, Kewajiban dan Hak Ibu, Ayah, dan Anak, CV.Diponegoro, Bandung: 1993
Darajat Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta : 1990
Desmita, Psikologi Perkembangan, Rosda, Bandung:2005
Dimas Rasyid Muhammad, 25 Kiat Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak, Dar Ibn Hazm, Beirut:1999
Hasan Maimunah, Membangun Kreatifitas Anak Secara Islami,Bintang Cemerlang, Yogyakarta: 2001
Jannah Izzatul, Ngegeng Sama Papi Mami, Eureka,Solo :2004
Thalib M., 40 Tanggung jawab Orang Tua Terhadap Anak, IBS, Bandung: 1995
Catat Ulasan